Bona Pasogit
marga Panjaitan ini terletak di Sitorang I (satu) Banjar Ganjang Kecamatan
Silaen Kabupaten Tobasa Sumatera Utara. Daerah ini merupakan daerah asal marga
Panjaitan yang khususnya keturunan Sijorat Paraliman[6].
Menurut Vergouwen tanah marga ini disebut juga bona ni pinasa (tempat asal leluhur) atau bona ni pasogit (daerah leluhur). Bona Pasogit yang merupakan suatu daerah tempat tinggal nenek
moyang orang Batak Toba, yang disebut dengan desa.
Para warga desa Banjar Ganjang ini diikat oleh hubungan darah dan merupakan
turunan dari satu leluhur yaitu Raja Sijorat Paraliman. Dalam satu desa
tersebut umumnya bermukim marga Panjaitan, hanya sebagian kecil marga lain
berada dalam desa Banjar Ganjang. Dalam desa itu terdapat ruma-ruma adat Batak, Tugu marga dan Sopo, yang mendapatkan kembali perawatan
yang dilakukan para perantau yang saat ini telah bermigrasi ke berbagai daerah.
Satu diantara Sopo dan Tugu marga tersebut
merupakan milik dari keluarga marga Panjaitan keturunan Raja Hasoge Panjaitan[7],
keturunan Raja Hasoge Panjaitan ini memiliki beberapa generasi dan satu Sopo, tambak yang telah didirikan
baru-baru ini dan peninggalan-peninggalan nenek moyang seperti alat-alat tenun,
juga tongkat. Perhatian terhadap Sopo, Tambak, dan alat itu yang berada di Bona Pasogit ini semakin meningkat. Walaupun keturunan Raja Hasoge
Panjaitan ini tidak satu pun yang tinggal di Sopo itu, karena memilih tinggal di Kota Pematangsiantar dengan
alasan pekerjaan.
Keluarga
Raja Hasoge Panjaitan ini merupakan satu diantara suku bangsa Batak Toba yang
bermigrasi dari Tapanuli Utara[8]
ke kota Pematangsiantar, tepatnya di Kecamatan Siantar Sitalasari. Kota
Pematangsiantar merupakan kota yang heterogen yang memiliki suku yang berbagai,
yaitu Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Melayu, Tionghoa[9].
Interaksi antar suku pun terjadi yang memungkinkan difusi kebudayaan[10]
juga terjadi. Akibatnya terjadilah kepudaran identitas lama dan menimbulkan
identitas baru. Dengan kesadaran Keluarga Panjaitan ini, sehingga mereka
berusaha menemukan kembali identitas lama, mengenal kembali bona pasogit.
Pada
era globalisasi yang saat ini terjadi, kepedulian terhadap identitas lama itu
mulai muncul. Seiring berinteraksinya masyarakat Batak Toba dengan masyarakat
lainnya, membuat suatu perubahan identitas. Perubahan identitas yang dimaksud
seperti, terjadinya pemakaian bahasa Indonesia di rumah, dan tidak lagi
mengerti tentang bahasa Batak Toba, tidak mengenal lagi asal usul marganya,
tidak lagi mengenal kekerabatan seperti hal pemanggilan terhadap keluarga telah
menggunakan bahasa Indonesia, memanggil “Bapa
Uda[11]”
dengan panggilan “Om”. Perubahan
identitas ini membuat kalangan orang tua Batak Toba berusaha agar generasi muda
tetap memahami identitas ke Batakan tersebut. Di kalangan generasi muda dalam
hal partuturan[12]
sangat banyak yang tidak paham. Bila ditanya dari mana marganya itu berasal
kebanyakan tidak mengetahuinya. Orang tua berusaha agar anaknya mengetahui hal
tersebut. Berbagai cara dilakukan orang tua agar generasi muda tidak
menghilangkan identitas ke Batakannya.
Wakil
Bupati Toba Samosir Liberty Pasaribu, juga mengatakan bahwa pembangunan di bona pasogit melalui pendirian makam
keluarga (tambak) merupakan
kepedulian dalam pelestarian budaya serta mengetahui asal-usul silsilah dan
upaya memahami budaya leluhur. Hal tersebut dituturkan saat menghadiri acara
peresmian makam keluarga Tri Medya Panjaitan (DPR-RI). Kabag Humas Toba Samosir
Arwanto H. Ginting juga mengatakan budaya
ziarah menjadi wisata makam sebagai pelestarian budaya di bona pasogit (http://humastobasa.wordpress.com).
Simanjuntak (2010:173) mengatakan nilai budaya tradisional itu masih punya
tempat dikalangan orang Batak masa kini, bahkan sebagian masih sangat kuat
kedudukannya dan mengharapkan hasil analisa yang lebih dalam tentang budaya
Batak Toba.
Hal
diatas yang mendasari peneliti untuk meneliti proses pewarisan budaya yang
dilakukan dalam keluarga Panjaitan di Pematangsiantar. Karena keluarga ini
berusaha mempertahankan identitas ke Batakannya. Selain itu juga peneliti akan
melihat seperti apa proses pewarisan budaya itu terjadi di Bona Pasogit-nya.
[1] Marga adalah kelompok
kekerabatan yang meliputi orang-orang yang mempunyai kakek bersama, atau
percaya bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut
perhitungan garis patrilineal (Ihromi1980:159).
[2] Bona Pasogit merupakan kampung halaman suatu marga suku bangsa
Batak Toba, yang mana dari daerah inilah bermula kehidupan suatu keluarga Batak
Toba.
[3] Mangongkal Holi artinya menggali kembali tulang-belulang nenek
moyang(Sihombing 1986: 90).
[4] Tugu/Tambak biasanya dibangun
untuk memperingati seseorang, yaitu nenek moyang satu marga atau satu cabang
marga(Simanjuntak 2011:248)
[5]
Ruma-ruma serta sopo adalah tempat tinggal orang Batak Toba
dan tempat penyimpanan hasil-hasil dan peralatan pertanian
[6] Sijorat Paraliman adalah satu
diantar nama nenek moyang marga Panjaitan
[7] Raja Hasoge Panjaitan merupakan
nenek moyang peneliti sendiri, tujuh sampai delapan generasi ke atas ego.
[8] Tapanuli utara berada di
Sumatera Utara, dan secara umum Panjaitan berasal dari Balige Kabupaten
Tapanuli Utara Sumatera Utara. Sehingga berdirilah tugu Marga Panjaitan disana,
terletak dekat dengan Rumah Sakit Umum Balige.
[9] Kota Pematangsiantar salah satu
kota di Provinsi Sumatera Utarahttp://id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Pematangsiantar
(diakses tanggal 18 Maret 2013, pukul 08.29 WIB)
[10] Difusi kebudayaa merupakan
proses penyebaran unsur kebudayaan dari satu individu ke individu lainnya, dari
suatu masyarakat ke masyarakat lainnya, dari satu suku ke suku lainnya.
[12] Partuturan adalah hubungan
kekerabatan antara seseorang dengan kerabat lainnya.